POLITIK DINASTI DI KALIMANTAN
BARAT: ANALISIS KEBERADAAN DINASTI POLITIK DI KALIMANTAN BARAT
Adi Chandra1
1Prodi
Ilmu Politik FISIP Universitas Tanjungpura, Pontianak
Abstrak
Kelompok
Mayoritas merupakan potensi terpenting yang dimiliki aktor yang menjalankan
Politik dinasti di Kalimantan Barat. Mengingat ia berasal dari kelompok
Mayoritas tersebut, untuk memperoleh simpati dari mayarakat mayoritas, aktor
politik dinasti menggunakan strategi politik yang berbau Kebudayaan (Culture). Strategi tersebut di rasa
sangat efektif karena sudah berperan banyak dalam pelaksanaan Politik Dinasti
di Kalimantan Barat dalam tanda kutip “ Pondasi keberlangsungan Dinasti Politik
yang dijalankan”.
Penulis
melihat banyaknya permasalahan yang akan terjadi sebagai dampak dari politik
dinasti tersebut. Intimidasi kelompok minoritas yang terjadi di balik layar,
ketidakstabilan politik dan pembangunan, rasanya akan mudah terjadi di
Kalimantan Barat.
Kata Kunci: Cornelis, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, Karolin, Kebudayaan, Pilkada,
Politik,
Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari BPS
Online Kalimantan Barat[1],
jumlah penduduk Kalimantan Barat adalah 4, 4 juta jiwa. Jumlah ini mencakup
keseluruhan kelompok masyarakat yang ada di Kalimantan Barat dengan latar
belakang yang beragam. Kalimantan barat merupakan wilayah yang mayoritas penduduknya
adalah masyarakat suku dayak yang sekaligus kita ketahui sebagai masyarakat
asli pulau Kalimantan yang sudah ada sejak dahulu kala. Lahirnya pemimpin dari
kalangan mayoritas ini tentunya akan memperoleh dukungan yang kuat dari
kelompok mayoritas ini, pastinya pemimpin yang lahir dari kelompok mayoritas
ini akan sulit untuk di tumbangkan oleh pesaingnya yang berasal dari kelompok
minoritas di Kalimantan Barat, hal ini juga sekaligus dapat menyebabkan
terjadinya Politik Dinasti di Kalimantan Barat.
Sebagai contoh yang terjadi di Saudi Arabia,
kepemimpinan tertinggi hanya dapat diduduki oleh kalangan yang berasal dari
keluarga kerajaan dengan jabatan Raja. Di wilayah Kalimantan Barat juga terjadi
hal yang hampir sama dengan dinamika politik dinasti yang terjdi di Saudi
Arabia. Sebagai contoh, Cornelis yang saat ini menjabat sebagai Gubernur
Kalimantan Barat sebelumnya pernah menjabat menjadi Bupati Landak yang saat ini
di duduki oleh Dr Karolin yang sekaligus merupakan anak kandungnya sendiri.
Tidak menutup kemungkinan, nantinya Dr. Karolin juga dapat menggantikan posisi
Cornelis untuk menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Barat, mengingat mereka
berdua dari kalangan kelompok mayoritas penduduk di Kalimantan Barat. Tentunya,
dalam hal ini selain strategi politik yang baik, kelompok mayoritas juga
menjadi faktor utama kekuatan politik di Kalimantan Barat.
Hal yang tersebut diatas barusan jika dilihat dengan
kacamata hukum, rasanya saah-sah saja. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 7
Huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015[2] yang
menyatakan tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana bagi calon kepala
daerah dan calon wakil kepala daerah (gubernur dan wakil gubernur, bupati dan
wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota) dengan penjelasan, yaitu
yang memiliki ikatan perkawinan dan darah lurus ke atas, ke bawah, dan ke
samping. Yang termasuk dalam persyaratan tersebut adalah suami/ istri,
orangtua, mertua, paman, bibi, anak, menantu, adik, kakak, dan ipar kecuali
jeda satu periode (lima tahun).
Akan tetapi, apakah hal tersebut dapat melahirkan
pemimpin yang Intelek dan memiliki tujuan untuk kepentingan nasional Indonesia
jika hanya memanfaatkan garis keberuntungan yang lahir dari status sosial
keluarga di kalangan masyarakat mayoritas. Jika benar itu dilaksanakan dengan
niat yang baik untuk membangun masyarakat di Kalimantan Barat, tentunya itu
sah-sah saja, namun apabila yang terjadi kebalikan dari yang disebutkan
barusan, artinya itu petaka bagi Kalimantan Barat. Hal ini membuat penulis
teringat akan syair lagu yang diciptakan Iwan Fals (Musisi legendaris
Indonesia) “ Wakil rakyat kumpulan orang hebat, bukan kumpulan orang-orang
dekat, apalagi sanak family”.
Jelas sekali, jika di lihat dari kemenangan Dr
Karolin dalam pilkada serentak Kab. Landak yang baru selesai beberapa waktu
lalu ( 2017), kemenangan Karolin tidak lepas dari populeritas sang Ayah yaitu
Cornelis dan Masyarakat mayoritas yang sekaligus menjadi kelompok dari mana ia
berasal. Sang ayah dapat dikatakan Aktor penting dari kemenangan Dr Karolin
yang sekaligus merupakan calon tunggal dalam Pilkada serentak Kabupaten Landak
tahun 2017 tempo hari.
Rasanya, keterlibatan aktor dibalik layar barusan
bisa menjadi sebuah pertanyaan yang wajib dijawab dalam tulisan ini. Keberadaan
aktor dibalik kemenangan Dr. Karolin dalam Pilkada Serentak Kabupaten Landak
2017 sepertinya memiliki kepentingan bagi kelompok mayoritas yang ada di
Kalimantan Barat. Namun, hal tersebut berjalan dengan tingkat transparansi yang
sangat kurang, sehingga tidak Nampak di mata publik. Hal tersebut dapat dilihat
dengan kampanye politik yang cenderung bernuansa kultur masyarakat mayoritas
dengan atribut-atribut kebudayaan masyarakat mayoritas di Kalimantan Barat,
yang penuh dengan kepentingan untuk mencapai tujuan politik. Tentunya, hal ini
agak mendapat tanggapan yang kurang mengenakan dari kalangan minoritas yang
merasa terintimidasi oleh politik kebudayaan yang di lakukan. Namun, mereka
hanya bisa diam, karena hal tersebut mutlaknya agak sulit untuk di kaji dalam
kacamata hukum yang berlaku karena tingkat transparansi yang sangat
rendah.
Keadaan yang menunjukan identitas kelompok mayoritas
yang penulis jabarkan pada paragraph diatas barusan sepertinya memiliki potensi
yang lumayan tinggi untuk menciptakan keadaan politik yang tidak stabil di
kalangan masyarakat. Cemburu sosial sepertinya akan mudah terjadi di kalangan
masyarakat yang beragam, sehingga dapat mentyebabkan konflik di kalangan
masyarakat yang beragam di Kalimantan Barat.
Berkaca dari masa lalu, kebiasaan untuk berkampanye
dengan menampilkan sisi sensitif dari kebudayaan masyarakat mayoritas dinilai
efektif untuk memperoleh masa pendukung. Hal inilah yang menyebabkan kejadian
serupa masih kerap terjadi hingga saat ini. Sehingga, dapat dinyatakan, Dinasti
Politik yang ada di Kalimantan Barat merupakan hasil dari sepak terjang aktor
politik yang bermain di masa lalu dengan strategi yang melibatkan unsur
kebudayaan yang di dalamya dipenuhi dengan kepentingan Politik Dinasti itu
sendiri, misalnya monopoli jabatan di pemerintahan Kabupaten, Desa, Bahkan
Provinsi.
[1]Badan
Pusat Statistik Kalimantan Barat. https://kalbar.bps.go.id.
Diakses pada hari Sabtu 04 Maret
2017. Pada pukul18: 48 wib.
[2]Indra
Pahlevi (Peneliti pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
DPR ). 2015. Politik Dinasti dan UU
Pilkada. http://nasional.kompas.com/read/2015/04/06/16125681/Politik.Dinasti.dan.UU.Pilkada. Diakses pada hari Sabtu 04 Maret 2017. Pada
pukul 19: 26 wib.