Kamis, 09 Maret 2017

Analisis Politik Dinasti



POLITIK DINASTI DI KALIMANTAN BARAT: ANALISIS KEBERADAAN DINASTI POLITIK DI KALIMANTAN BARAT

Adi Chandra1
1Prodi Ilmu Politik FISIP Universitas Tanjungpura, Pontianak

Abstrak
Kelompok Mayoritas merupakan potensi terpenting yang dimiliki aktor yang menjalankan Politik dinasti di Kalimantan Barat. Mengingat ia berasal dari kelompok Mayoritas tersebut, untuk memperoleh simpati dari mayarakat mayoritas, aktor politik dinasti menggunakan strategi politik yang berbau Kebudayaan (Culture). Strategi tersebut di rasa sangat efektif karena sudah berperan banyak dalam pelaksanaan Politik Dinasti di Kalimantan Barat dalam tanda kutip “ Pondasi keberlangsungan Dinasti Politik yang dijalankan”.
Penulis melihat banyaknya permasalahan yang akan terjadi sebagai dampak dari politik dinasti tersebut. Intimidasi kelompok minoritas yang terjadi di balik layar, ketidakstabilan politik dan pembangunan, rasanya akan mudah terjadi di Kalimantan Barat.
Kata Kunci: Cornelis, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, Karolin, Kebudayaan, Pilkada, Politik, 


Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari BPS Online Kalimantan Barat[1], jumlah penduduk Kalimantan Barat adalah 4, 4 juta jiwa. Jumlah ini mencakup keseluruhan kelompok masyarakat yang ada di Kalimantan Barat dengan latar belakang yang beragam. Kalimantan barat merupakan wilayah yang mayoritas penduduknya adalah masyarakat suku dayak yang sekaligus kita ketahui sebagai masyarakat asli pulau Kalimantan yang sudah ada sejak dahulu kala. Lahirnya pemimpin dari kalangan mayoritas ini tentunya akan memperoleh dukungan yang kuat dari kelompok mayoritas ini, pastinya pemimpin yang lahir dari kelompok mayoritas ini akan sulit untuk di tumbangkan oleh pesaingnya yang berasal dari kelompok minoritas di Kalimantan Barat, hal ini juga sekaligus dapat menyebabkan terjadinya Politik Dinasti di Kalimantan Barat.
Sebagai contoh yang terjadi di Saudi Arabia, kepemimpinan tertinggi hanya dapat diduduki oleh kalangan yang berasal dari keluarga kerajaan dengan jabatan Raja. Di wilayah Kalimantan Barat juga terjadi hal yang hampir sama dengan dinamika politik dinasti yang terjdi di Saudi Arabia. Sebagai contoh, Cornelis yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Barat sebelumnya pernah menjabat menjadi Bupati Landak yang saat ini di duduki oleh Dr Karolin yang sekaligus merupakan anak kandungnya sendiri. Tidak menutup kemungkinan, nantinya Dr. Karolin juga dapat menggantikan posisi Cornelis untuk menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Barat, mengingat mereka berdua dari kalangan kelompok mayoritas penduduk di Kalimantan Barat. Tentunya, dalam hal ini selain strategi politik yang baik, kelompok mayoritas juga menjadi faktor utama kekuatan politik di Kalimantan Barat.
Hal yang tersebut diatas barusan jika dilihat dengan kacamata hukum, rasanya saah-sah saja. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 Huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015[2] yang menyatakan tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana bagi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah (gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota) dengan penjelasan, yaitu yang memiliki ikatan perkawinan dan darah lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping. Yang termasuk dalam persyaratan tersebut adalah suami/ istri, orangtua, mertua, paman, bibi, anak, menantu, adik, kakak, dan ipar kecuali jeda satu periode (lima tahun).
Akan tetapi, apakah hal tersebut dapat melahirkan pemimpin yang Intelek dan memiliki tujuan untuk kepentingan nasional Indonesia jika hanya memanfaatkan garis keberuntungan yang lahir dari status sosial keluarga di kalangan masyarakat mayoritas. Jika benar itu dilaksanakan dengan niat yang baik untuk membangun masyarakat di Kalimantan Barat, tentunya itu sah-sah saja, namun apabila yang terjadi kebalikan dari yang disebutkan barusan, artinya itu petaka bagi Kalimantan Barat. Hal ini membuat penulis teringat akan syair lagu yang diciptakan Iwan Fals (Musisi legendaris Indonesia) “ Wakil rakyat kumpulan orang hebat, bukan kumpulan orang-orang dekat, apalagi sanak family”.
Jelas sekali, jika di lihat dari kemenangan Dr Karolin dalam pilkada serentak Kab. Landak yang baru selesai beberapa waktu lalu ( 2017), kemenangan Karolin tidak lepas dari populeritas sang Ayah yaitu Cornelis dan Masyarakat mayoritas yang sekaligus menjadi kelompok dari mana ia berasal. Sang ayah dapat dikatakan Aktor penting dari kemenangan Dr Karolin yang sekaligus merupakan calon tunggal dalam Pilkada serentak Kabupaten Landak tahun 2017 tempo hari.
Rasanya, keterlibatan aktor dibalik layar barusan bisa menjadi sebuah pertanyaan yang wajib dijawab dalam tulisan ini. Keberadaan aktor dibalik kemenangan Dr. Karolin dalam Pilkada Serentak Kabupaten Landak 2017 sepertinya memiliki kepentingan bagi kelompok mayoritas yang ada di Kalimantan Barat. Namun, hal tersebut berjalan dengan tingkat transparansi yang sangat kurang, sehingga tidak Nampak di mata publik. Hal tersebut dapat dilihat dengan kampanye politik yang cenderung bernuansa kultur masyarakat mayoritas dengan atribut-atribut kebudayaan masyarakat mayoritas di Kalimantan Barat, yang penuh dengan kepentingan untuk mencapai tujuan politik. Tentunya, hal ini agak mendapat tanggapan yang kurang mengenakan dari kalangan minoritas yang merasa terintimidasi oleh politik kebudayaan yang di lakukan. Namun, mereka hanya bisa diam, karena hal tersebut mutlaknya agak sulit untuk di kaji dalam kacamata hukum yang berlaku karena tingkat transparansi yang sangat rendah. 
Keadaan yang menunjukan identitas kelompok mayoritas yang penulis jabarkan pada paragraph diatas barusan sepertinya memiliki potensi yang lumayan tinggi untuk menciptakan keadaan politik yang tidak stabil di kalangan masyarakat. Cemburu sosial sepertinya akan mudah terjadi di kalangan masyarakat yang beragam, sehingga dapat mentyebabkan konflik di kalangan masyarakat yang beragam di Kalimantan Barat.
Berkaca dari masa lalu, kebiasaan untuk berkampanye dengan menampilkan sisi sensitif dari kebudayaan masyarakat mayoritas dinilai efektif untuk memperoleh masa pendukung. Hal inilah yang menyebabkan kejadian serupa masih kerap terjadi hingga saat ini. Sehingga, dapat dinyatakan, Dinasti Politik yang ada di Kalimantan Barat merupakan hasil dari sepak terjang aktor politik yang bermain di masa lalu dengan strategi yang melibatkan unsur kebudayaan yang di dalamya dipenuhi dengan kepentingan Politik Dinasti itu sendiri, misalnya monopoli jabatan di pemerintahan Kabupaten, Desa, Bahkan Provinsi.


[1]Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat. https://kalbar.bps.go.id. Diakses pada hari Sabtu 04              Maret 2017. Pada pukul18: 48 wib.
[2]Indra Pahlevi (Peneliti pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) DPR ). 2015.   Politik Dinasti dan UU Pilkada.                http://nasional.kompas.com/read/2015/04/06/16125681/Politik.Dinasti.dan.UU.Pilkada.  Diakses pada hari Sabtu 04 Maret 2017. Pada pukul 19: 26 wib.

Regenerasi Kepemimpinan Politik


REGENERASI KEPEMIMPINAN POLITIK DI DAERAH:
PERAN SOSIALISASI POLITIK DAN PENDIDIKAN POLITIK SEBAGAI PELURU REGENERASI KEPEMIMPINAN POLITIK DI DAERAH

Adi Chandra1
1Program Studi Ilmu Politik FISIP Universitas Tanjungpura, Pontianak

Abstrak
Kepemimpinan politik di daerah cenderung dikuasai oleh elit politik yang berasal dari kelompok mayoritas yang ada di daerah. Dengan kata lain, yang menjadi kekuatan elit politik tersebut adalah kelompok mayoritas itu sendiri. Sosialisasi dan pendidikan politik sangat diperlukan demi melahirkan pemimpin yang lahir dari kelompok masyarakat yang dapat berpikir secara rasional di bidang politik. Sangat di sayangkan apabila kelompok mayoritas tersebut memilih pemimpin hanya dengan melihat dari mana calon pemimpin itu berasal, latar belakang yang sama, tanpa adanya penyelidikan lebih mendalam akan potensi yang dimiliki oleh calon tersebut. Kehadiran sosialisasi tentang politik dan pendidikan politik di kalangan masyarakat yang berada di daerah, baik itu masyarakat mayoritas maupun masyarakat minoritas, kecenderungan untuk memilih calon pemimpin berdasarkan latar belakang dan asal kelompok yang sama pastinya bisa dihindari. Hal tersebut sekaligus menjadi penangkal jangka panjang kecenderungan terjadinya dinasti politik di kepemimpinan politik daerah. Dari penjabaran diatas, munculah pertanyaan tentang bagaimana mewujudkan regenerasi kepemimpinan politik di daerah? Kita sepertinya bisa memperoleh jawaban dari kegiatan sosialisasi dan pendidikan politik di daerah yang bisa melahirkan masa politik yang memiliki pemikiran yang lebih rasional dan modern dibidang kepemimpinan politik daerah.
Kata kunci: pendidikan politik, regernerasi kepemimpinan, sosialisasi politik,



·         Pendahuluan
Pendidikan politik agaknya sedikit memiliki persamaan dengan sosialisasi politik yang ditujukan untuk mebangun masyarakat politik yang mengerti lebih banyak akan proses-proses dan kegiatan politik. Akan tetapi, Pendidikan politik cenderung bersifat formal, karena hanya di dapatkan di tempat-tempat tertentu. Pendidikan Politik seharusnya dapat dilaksanakan dengan spontan (tidak terikat tempat) apabila dirasa perlu untuk dilakukan. Dalam hal ini, yang memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang politik bisa memberikan pelajaran bagi rekan-rekan yang dianggap perlu untuk memperoleh pendidikan politik. Agak sedikit berbeda dengan pendidikan politik, Sosialisasi politik juga bisa mengubah pandangan masyarakat untuk menjadi masyarakat yang lebih paham akan aktivitas politik. Sosialisasi biasanya dilakukan secara masal dengan mendatangkan beberapa pemateri yang bisa mengubah pandangan masyarakat banyak sebagai audience saat sosialisasi sedang berlangsung, guna menuju pemikiran yang lebih baik dari sebelumnya. Maka dari itu, pendidikan politik dan sosialisasi politik dapat dikatakan berperan banyak dalam dunia perpolitikan di Indonesia.
·         Regenerasi Kepemimpinan Politik Daerah Pasca Penyelenggaraan Pendidikan dan Sosialisasi Politik
Sekarang kita masuk pada pase pasca sosialisasi dan pendidikan politik dilaksanakan. Sebagai output dari kegiatan  sosialisasi dan pendidikan politik diatas, tentunya akan menciptakan pemikiran yang lebih baik dikalangan masyarakat. Dalam tanda kutip, kegiatan tersebut berjalan/ terlaksana dengan efektif.
Dari kegiatan sosialisasi dan pendidikan politik yang terlaksana dengan efektif barusan, kelompok masyarakat dengan pemikiran tradisional sebelumnya sudah bisa menelaah dengan baik tujuan-tujuan dari kegiatan politik itu sendiri. Dari sini pula proses regenerasi kepemimpinan politik di daerah yang tadinya lahir dari partisipasi politik masyarakat tradisional politik dapat terlaksana.
Barusan kita sudah menyinggung masalah Dinasti Politik yang cenderung terjadi di daerah yang memiliki kelompok mayoritas yang jumlahnya berkali-kali lipat dari penduduk minoritas. Iya jelas sekali, apabila ada pemimpin yang berasal dari kelompok mayoritas yang ada di suatu daerah, pastinya ia akan memiliki kekuatan politik yang kuat pula, hal itu cenderung berpotensi melahirkan politik dinasti yang mengutamakan kelompok mayoritas dalam memperoleh peluang lebih banyak untuk menduduki kursi kepemimpinan di daerah. Tidak hanya itu, tidak menutup kemungkinan pula dinasti tersebut dijalankan secara turun menurun dalam ikatan kekeluargaan pemimpin paling berpengaruh di daerah itu. Sebagai contoh: Ayah seorang gubernur, anak pertama bupati, dan kelompok mayoritas yang telah terdoktrin oleh strategi politik keluarga yang bisa dikelompokan sebagai  elit politik tersebut, sebagai kekuatan politik utama yang berperan sangat besar dalam mencapi tujuan politik mereka.
·         Apakah bisa dinasti tersebut ditumbangkan?
Jelas bisa jika masyarakat mayoritas tersebut diatas barusan memiliki pemikiran yang rasional tentang politik. Berkaca dari masalalu, PKI yang memiliki masa yang besar di era Orde Lama berhasil di tumbangkan dengan kesadaran masyarakat dimasa itu, bahwa pandangan yang dianut PKI sangat bertolak belakang dengan ideologi bangsa Indonesia (PANCASILA) yang menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan. Pelarangan tentang ajaran marxisme pada masa itu dinilai cara yang paling jitu untuk membasmi tuntas keberadaan paham-paham Komunis di Indonesia.
Dari penjabaran diatas, kita dapat mengambil kesimpulan dengan belajar dari sejarah masa lampau untuk mewujudkan regenerasi kepemimpinan politik di daerah yang cenderung lari ke ranah dinasti politik. Dalam hal ini, yang menjadi batu loncatan utama dalam upaya untuk merealisasikan regenerasi kepemimpinan politik di daerah adalah dengan mengubah cara pandang masyarakat mayoritas dalam memilih pemimpin dengan pemikiran yang matang. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara melaksanakan Pendidikan dan Sosialisasi Politik seperti yang telah kita bahas sebelumnya bahwa Pendidikan dan Sosialisasi Politik berperan penting dalam meningkatkan pengetahuan politik masyarakat tradisional politik.
·         Siapa yang berperan sebagai aktor regenerasi kepemimpinan politik di daerah?
Tingkat pengetahuan politik seseorang dapat diukur dengan seberapa banyak seseorang mengerti ranah politik itu sendiri. Dalam hal ini, yang menjadi aktor penggerak dalam usaha perwujudan regenerasi kepemimpinan politik di daerah adalah mereka yang memiliki pengetahuan politik diatas rata-rata dari masyarakat tradisional politik. Mereka berperan memberikan pencerahan kepada masyarakat tradisional tersebut. Yang sebenar-benarnya berperan pada bagian ini adalah mereka yang merupakan sarjana ilmu politik yang sadar akan perlunya regenerasi di kepemimpinan daerah yang cenderung berat sebelah tersebut diatas. Dengan begitu, mereka dapat menciptakan suasana politik yang stabil di suatu daerah tertentu, tanpa adanya kelompok yang merasa di diskriminasi oleh siasat politik yang berat sebelah tersebut.



Jumat, 24 Februari 2017

Mahasiswa dan Politik


Politik memang selalu menjadi bahan yang menarik untuk di perbincangkan, baik itu dalam sebuah forum khusus maupun di dalam kehidupan sosial seshari-hari. Akan tetapi, dalam masyarakat yang masih minim pengertahuan politiknya, tidak jarang  politik itu sendiri selalu menduduki posisi pertama sebagai sesuatu yang kotor. Permasalahan seperti ini bukan lagi menjadi permasalahan yang di rahasiakan melainkan sudah menjadi rahasia umum dimana masyarakat selalu memandang sinis terhadap sesuatu yang berbau politik.
Absahnya, politik itu sendiri sebagai suatu upaya untuk memperoleh kekuasaan yang nantinya dari kekuasaan yang diperoleh tersebut akan memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada masyarakat yang berada di bawah kekuasaan tersebut. Masyarakat tradisional politik, hingga saat ini masih banyak kita temukan di seluruh penjuru tanah air. Sangat di sayangkan apabila tidak adanya tindakan yang efektif untuk menyelesaikan masalah ini.
Sosialisasi politik sepertinya menjadi hal yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan ini. Aktor yang berperan dalam sosialisi politik ini tidak perlu dari kalangan yang orientasi kehidupan sehari-harinya selalu berhubungan dengan politik. Bisa juga mahasiswa atau kelompok masyarakat yang sudah bisa perpikir secara rasional dalam hal pengetahuan politik.
Sering kita dengar, banyaknya oknum yang sering melakukan strategi politik dengan menggunakan uang untuk kekuasaan. Hal ini bisa dikatakan menodai demokrasi yang ada di Indonesia. Absahnya, suara yang sah dari hati nurani rakyat merupakan cerminan dari demokrasi yang bersih dan sekaligus merupakan indikator untuk mengetahui seberapa peduli masyarakat dalam kegiatan politik itu sendiri (partisipasi politik).
Mahasiswa, merupakan kalangan yang terdidik, seharusnya bisa lebih peduli dengan keadaan ini. Sangat disayangkan apabila dalam jiwa seorang mahasiswa tidak tertanam jiwa nasionalisme yang tinggi untuk mengubah keadaan yang tidak stabil di dalam praktek politik yang ada di wilayahnya. Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang politik menyebabkan masyarakat itu sendiri dengan rentan terserang doktrin dari oknum yang menggunakan strategi politik uang (money politic) seperti yang telah disebutkan barusan. Dalam hal ini, seharusnya mahasiswa bisa mengambil langkah tegas untuk menghilangkan tradisi “menyogok masyarakat” yang saat ini sedang berada di puncak kepopuleran. Mahasiswa bisa saja melakukan observasi di tempat kejadian dan melakukan penelitian untuk menemukan masalah mengapa masyarakat mudah sekali tergiur dengan sejumlah uang yang digunakan untuk membeli suara mereka. Setelah melakukan observasi dan menemukan jawaban dari permasalahan, mahasiswa dapat terjun langsung dengan menjabarkan hasi penelitian mereka sebagai modal dalam upaya Sosialisasi Politik yang mereka lakukan di wilayah tersebut.
Dalam upaya sosialisasi politik yang mahasiswa lakukan tersebut, mahasiswa tidak perlu mendatangkan masa yang banyak dari kalangan masyarakat tradisional politik tadi. Akan tetapi, mahasiswa hanya perlu memberikan sosialisasi kepada orang-orang yang mau mengikuti sosialisasi tersebut secara sukarela dan serius. nantinya, mahasiswa dapat menyampaikan beberapa materi kepada secuil orang tersebut, dengan mengupayakan sosialisasi yang didapatkan oleh orang tersebut nantinya dapat disampaikan kepada masyarakat tradisional lainya yang tidak mengikuti. Dalam hal ini baiknya sosialisasi diberikan kepada orang-orang yang dianggap berpengaruh dalam masyarakat tersebut.
Sebagai hasilnya, hasil dari sosialisasi dapat menjamur dalam kehidupan masyarakat dan masyarakat secara perlahan dapat memahami apa yang menjadi tujuan dari politik itu sendiri. Apa yang akan mereka dapatkan dari politik itu, seberapa pentig suara mereka terhadap kestabilan politik dan situasi negara yang mencakup segala bidang misalnya dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya.

 Agen of Change and Agen of Control Dalam Politik

Dalam hal ini, mahasiswa menjadi pelopor perubahan dan kontrol terhadap situasi yang terjadi dari kebijakan politik yang telah di lakukan. Dalam hal ini, mahasiswa harus bisa lebih kritis dalam menanggapi situasi politik yang terjadi. Menurut presepsi pribadi, mahasiswa sebagai agen of control dan agen of change dalam politik  ini berorientasi kepada bagaimana mahasiswa itu secara aktif dan jeli menanggapi apa yang sedang terjadi di dalam wadah perpolitikan di Indonesia.
Mengenang masalalu, pada masa Orde Baru  pemerintahan Presiden Soeharto yang bersifat otoriter dan dipenuhi dengan kepentingan yang bersangkut paut dengan Dwi Fungsi ABRI, yang dimana pada masa itu, masyarakat tidak memiliki peluang besar untuk menjabat dalam struktur kepemimpinan di daerah maupun di tingkat pusat. Tidak hanya masalah dwi fungsi ABRI yang mendominasi pemerintahan. Pada masa itu juga, masyarakat tidak memiliki ruang bebas dalam mengeluarkan pendapat yang bisa mengkritik kebijakan pemerintah pada masa itu. Akibat dari semua itu, banyak sekali kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan rakyat dan mengundang berbagai macam konflik di masyarakat.
Mahasiswa, seperti yang di jelaskan sebelumnya harus memiliki pemikiran yang kritis dan sebagai pelopor perubahan dan pengendalian, melihat adanya intimidasi terhadap masyarakat sipil yang sesungguhnya berhak untuk mengeluarkan pendapat dan memiliki kesempatan untuk meduduki posisi dalam pemerintahan. Pemerintahan yang otoriter dan terkekangnya masyarakat akhirnya membuat mahasiswa mulai naik pitam. Mahasiswa turun kejalan melakukan unjuk rasa menentang pemerintahan Soeharto yang otoriter. Akhirnya, pada tanggal 22 Mei 1998, pemerintahan Presiden Soeharto pada masa itu (orde baru) akhirnya runtuh dan kita memasuki masa Reformasi yang masih berlanjut hingga saat kita menghirup nafas hari ini.
Dalam hal ini, pergerakan Mahasiswa sangat penting bagi perubahan suatu bangsa. Sangat disayangkan sekali jikala masih ada mahasiswa yang enggan untuk bergerak. Salam Mahasiswa Indonesia.