Politik memang selalu menjadi bahan yang menarik untuk
di perbincangkan, baik itu dalam sebuah forum khusus maupun di dalam kehidupan
sosial seshari-hari. Akan tetapi, dalam masyarakat yang masih minim
pengertahuan politiknya, tidak jarang
politik itu sendiri selalu menduduki posisi pertama sebagai sesuatu yang
kotor. Permasalahan seperti ini bukan lagi menjadi permasalahan yang di
rahasiakan melainkan sudah menjadi rahasia umum dimana masyarakat selalu
memandang sinis terhadap sesuatu yang berbau politik.
Absahnya, politik itu sendiri sebagai suatu upaya
untuk memperoleh kekuasaan yang nantinya dari kekuasaan yang diperoleh tersebut
akan memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada masyarakat yang berada di bawah
kekuasaan tersebut. Masyarakat tradisional politik, hingga saat ini masih
banyak kita temukan di seluruh penjuru tanah air. Sangat di sayangkan apabila
tidak adanya tindakan yang efektif untuk menyelesaikan masalah ini.
Sosialisasi politik sepertinya menjadi hal yang tepat
untuk menyelesaikan permasalahan ini. Aktor yang berperan dalam sosialisi
politik ini tidak perlu dari kalangan yang orientasi kehidupan sehari-harinya
selalu berhubungan dengan politik. Bisa juga mahasiswa atau kelompok masyarakat
yang sudah bisa perpikir secara rasional dalam hal pengetahuan politik.
Sering kita dengar, banyaknya oknum yang sering
melakukan strategi politik dengan menggunakan uang untuk kekuasaan. Hal ini
bisa dikatakan menodai demokrasi yang ada di Indonesia. Absahnya, suara yang
sah dari hati nurani rakyat merupakan cerminan dari demokrasi yang bersih dan
sekaligus merupakan indikator untuk mengetahui seberapa peduli masyarakat dalam
kegiatan politik itu sendiri (partisipasi politik).
Mahasiswa, merupakan kalangan yang terdidik,
seharusnya bisa lebih peduli dengan keadaan ini. Sangat disayangkan apabila
dalam jiwa seorang mahasiswa tidak tertanam jiwa nasionalisme yang tinggi untuk
mengubah keadaan yang tidak stabil di dalam praktek politik yang ada di
wilayahnya. Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang politik menyebabkan
masyarakat itu sendiri dengan rentan terserang doktrin dari oknum yang
menggunakan strategi politik uang (money
politic) seperti yang telah disebutkan barusan. Dalam hal ini, seharusnya
mahasiswa bisa mengambil langkah tegas untuk menghilangkan tradisi “menyogok
masyarakat” yang saat ini sedang berada di puncak kepopuleran. Mahasiswa bisa
saja melakukan observasi di tempat kejadian dan melakukan penelitian untuk
menemukan masalah mengapa masyarakat mudah sekali tergiur dengan sejumlah uang
yang digunakan untuk membeli suara mereka. Setelah melakukan observasi dan
menemukan jawaban dari permasalahan, mahasiswa dapat terjun langsung dengan
menjabarkan hasi penelitian mereka sebagai modal dalam upaya Sosialisasi
Politik yang mereka lakukan di wilayah tersebut.
Dalam upaya sosialisasi politik yang mahasiswa lakukan
tersebut, mahasiswa tidak perlu mendatangkan masa yang banyak dari kalangan
masyarakat tradisional politik tadi. Akan tetapi, mahasiswa hanya perlu
memberikan sosialisasi kepada orang-orang yang mau mengikuti sosialisasi
tersebut secara sukarela dan serius. nantinya, mahasiswa dapat menyampaikan
beberapa materi kepada secuil orang tersebut, dengan mengupayakan sosialisasi yang
didapatkan oleh orang tersebut nantinya dapat disampaikan kepada masyarakat
tradisional lainya yang tidak mengikuti. Dalam hal ini baiknya sosialisasi
diberikan kepada orang-orang yang dianggap berpengaruh dalam masyarakat
tersebut.
Sebagai hasilnya, hasil dari sosialisasi dapat
menjamur dalam kehidupan masyarakat dan masyarakat secara perlahan dapat
memahami apa yang menjadi tujuan dari politik itu sendiri. Apa yang akan mereka
dapatkan dari politik itu, seberapa pentig suara mereka terhadap kestabilan
politik dan situasi negara yang mencakup segala bidang misalnya dalam bidang
ekonomi, sosial dan budaya.
Agen of Change and Agen of Control Dalam Politik
Dalam hal ini, mahasiswa menjadi pelopor perubahan dan
kontrol terhadap situasi yang terjadi dari kebijakan politik yang telah di
lakukan. Dalam hal ini, mahasiswa harus bisa lebih kritis dalam menanggapi
situasi politik yang terjadi. Menurut presepsi pribadi, mahasiswa sebagai agen
of control dan agen of change dalam politik
ini berorientasi kepada bagaimana mahasiswa itu secara aktif dan jeli
menanggapi apa yang sedang terjadi di dalam wadah perpolitikan di Indonesia.
Mengenang masalalu, pada masa Orde Baru pemerintahan Presiden Soeharto yang bersifat
otoriter dan dipenuhi dengan kepentingan yang bersangkut paut dengan Dwi Fungsi
ABRI, yang dimana pada masa itu, masyarakat tidak memiliki peluang besar untuk
menjabat dalam struktur kepemimpinan di daerah maupun di tingkat pusat. Tidak
hanya masalah dwi fungsi ABRI yang mendominasi pemerintahan. Pada masa itu juga,
masyarakat tidak memiliki ruang bebas dalam mengeluarkan pendapat yang bisa
mengkritik kebijakan pemerintah pada masa itu. Akibat dari semua itu, banyak
sekali kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan rakyat dan mengundang
berbagai macam konflik di masyarakat.
Mahasiswa, seperti yang di jelaskan sebelumnya harus memiliki
pemikiran yang kritis dan sebagai pelopor perubahan dan pengendalian, melihat
adanya intimidasi terhadap masyarakat sipil yang sesungguhnya berhak untuk
mengeluarkan pendapat dan memiliki kesempatan untuk meduduki posisi dalam
pemerintahan. Pemerintahan yang otoriter dan terkekangnya masyarakat akhirnya membuat
mahasiswa mulai naik pitam. Mahasiswa turun kejalan melakukan unjuk rasa
menentang pemerintahan Soeharto yang otoriter. Akhirnya, pada tanggal 22 Mei
1998, pemerintahan Presiden Soeharto pada masa itu (orde baru) akhirnya runtuh
dan kita memasuki masa Reformasi yang masih berlanjut hingga saat kita
menghirup nafas hari ini.
Dalam hal ini, pergerakan Mahasiswa sangat penting
bagi perubahan suatu bangsa. Sangat disayangkan sekali jikala masih ada
mahasiswa yang enggan untuk bergerak. Salam Mahasiswa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar